Bagaimana mungkin engkau menginginkan indahnya bunga mawar tetapi tidak mau durinya? 



Yang perlu engkau lakukan adalah memegangnya dengan benar dan tidak menyibukkan diri dengan durinya sehingga harumnya engkau dapatkan dan indahnya engkau peroleh, tetapi ia tidak melukaimu. Ia akan menggores jika orang ceroboh memegangnya. 


Suami-istri juga demikian. Bagaimana mungkin engkau meraih kebaikannya tetapi tidak mau dengan kekurangannya?


Engkau mengharapkan keutamaannya, tetapi menyibukkan diri dengan

yang tidak engkau sukai darinya?


Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:


لا يفرك مؤمن مؤمنة إن كره منها خلقا رضي منها آخر


"Tidaklah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika ia tidak suka sebagian akhlaknya, ia ridha (senang) dengan akhlaknya yang lain. (HR Muslim).


Yang tidak kita sukai boleh jadi bukan kekurangan, bukan pula keburukan. Hanya kita tidak suka terhadap hal tersebut, maka dalam hal ini, sibukkan diri dengan kebaikannya; memperhatikan dan menyebut-nyebutnya sehingga hati kita pun ridha kepadanya. 


Oleh sebab itu sepasang suami istri perlu untuk saling memahami kebutuhan diri pasangan dibalik segala perbedaan yang begitu menyeruak. 


Suami tidak harus selalu cuek, Ia perlu melatih dirinya untuk bicara. 


Istri tidak harus selalu cerewet, Ia perlu melatih dirinya agar tetap meneduhkan dalam diamnya. 


Seni menikah inilah yang mengharuskan kita untuk belajar membangun komunikasi yang sehat dengan pasangan, menemukan pola pendekatan yang sesuai dalam hubungan, dan tepat menempatkan diri dalam berbagai emosi yang hadir.