Mukmin Itu Lugu dan Polosi, kita biasanya kagum pada orang yang memiliki keunggulan di berbagai bidang. Kita kagum pada orang berilmu, berprestasi, sukses dalam bisnis, memiliki pengaruh dan sebagainya.

Tapi kekaguman itu tidak selalu membuat kita ingin dekat dengan mereka. Hanya kagum saja.

Adapun orang yang lugu, polos, apa adanya, seyuman selalu menghiasi wajahnya, mukanya bersih, seolah tak punya musuh, dan sopan pada siapapun, kita mungkin tidak mengaguminya namun kita ingin dekat dengannya.

Kalau bicara dengan orang seperti ini, ia tak pernah mendebat atau membantah. Ia banyak mengangguk dan mengiyakan saja apa yang kita bicarakan. Tidak sekedar mendengar, ia juga menunjukkan simpati dan empatinya. Ia fokus mendengarkan pembicaraan kita. Tidak menoleh sedikitpun. Apalagi sampai bermain hp. Ia tak pernah memotong pembicaraan teman bicaranya. Ia sabar menyimak sampai akhir. Ia tak pernah mengakhiri pembicaraan sampai lawan bicaranya sendiri yang mengakhirinya.

Terkadang kita berpikir, dari apakah terbuat hati orang seperti ini? Kenapa ia bisa ‘sebening’ itu? Kenapa ia, dalam usianya kepala 3, 4, 5 atau bahkan 6, tampak seperti anak usia lima tahun dalam keluguan dan kepolosan?

*** 

Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw bersabda :

الْمُؤْمِنُ غِرٌّ كَرِيْمٌ وَالْفَاجِرُ خِبٌّ لَئِيْمٌ

“Mukmin itu polos tapi berhati mulia, sementara orang fajir (durjana) itu curang dan berhati busuk.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adab Mufrad, Imam Tirmidzi dan Abu Dawud dalam Sunan serta al-Hakim dalam al-Mustadrak. Syekh Albani rahimahullah menetapkan status hadits ini sebagai hadits Hasan.

Imam Abu Ja’far ath-Thahawi menjelaskan makna ghirr sebagai berikut :

(الغر) في كلام العرب هو الذي لا غائلة ولا باطن له يخالف ظاهره، ومن كان هذا سبيله أمن المسلمون من لسانه ويده وهي صفة المؤمنين

“al-Ghirr dalam bahasa Arab adalah orang yang tidak memiliki kekotoran dalam hatinya, tidak ada batinnya yang berbeda dengan lahirnya. Orang yang sifatnya seperti ini amanlah orang lain dari lidah dan tangannya, dan itulah sifat orang beriman.”

Dalam penggunaan sehari-hari, kata ghirr sering digunakan dalam pengertian bodoh, tidak paham, tidak berpengalaman, masih mentah, kekanak-kanakan dan sebagainya. Namun al-ghirr yang menjadi sifat seorang mukmin tentu tidak berarti bodoh. Kalau pun ada sisi ‘kebodohan’ maka itu dalam pengertian yang positif, seperti tidak terlalu ambil pusing dan sebagainya. 

Seorang mukmin mungkin terlihat bodoh dan ‘mudah’ tertipu dalam pandangan sebagian orang, tapi sesungguhnya hal itu karena hatinya yang bersih dan suci. Ia mengira semua orang juga bersih. Sehingga ia mudah percaya dan tidak mau berburuk sangka.

*** 

Syekh Ali Thantawi rahimahullah menceritakan dalam Dzikrayat-nya :

Ada seorang Syekh Azhariy jatuh sakit. Mungkin karena terlalu memaksakan diri mengajar, menulis, dan sebagainya. Dokter menasehatinya untuk rehat sejenak dan mencari udara segar ke luar kota Kairo. Ia pun menuruti saran dokter.

Ia meminta seorang kusir bendi untuk mengantarnya jalan-jalan ke luar Kairo. Setelah beberapa jam, masuklah waktu Maghrib. Syekh berkata pada sang kusir, “Tolong bawa saya ke masjid terdekat.”

Sang kusir membawa syekh ke sebuah bangunan yang agak besar. Ia berkata: “Ini masjid.”

Tanpa ragu, Syekh berjalan ke arah bangunan itu. Ia sempat heran kenapa pintunya masih tertutup padahal waktu shalat sudah masuk.

Tiba-tiba keluarlah seorang wanita dengan penampilan yang tak pantas. Syekh segera menundukkan pandangannya dan berkata, “Tutup auratmu puteriku dan beri aku jalan untuk ke masjid.”

Wanita itu tertawa dan berkata, “Apa yang membuat syekh dengan jubah Azhar datang ke tempat kami?”

Dengan polos Syekh berkata, “Puteriku, mana imam masjid? Engkau sendiri kenapa tidak segera mengambil air wudhuk? Ayo kita shalat, waktu maghrib hanya sebentar.”

Mendengar perkataan Syekh, wanita itu tertunduk.

Ia berkata, “Wahai Syekh, engkau tahu sedang berada dimana sekarang?”

Syekh menjawab, “Di masjid, bukan? Begitu kata kusir bendi.”

“Tidak, Syekh. Engkau berada di bait ‘umumiy (rumah psk),” jelas wanita itu sambil menangis.

Syekh berkata, “Puteriku, apa yang membuatmu bertahan disini? Aku merasakan dalam dirimu ada benih-benih kebaikan. Tutup auratmu dan tinggalkan tempat ini.”

Akhirnya wanita itu pergi meninggalkan tempat tersebut. Ia bertaubat dengan bimbingan Syekh. Beberapa waktu kemudian Syekh menikahkannya dengan salah seorang muridnya.

*** 

Ada seorang laki-laki datang menjenguk Imam Syafi’i rahimahullah yang jatuh sakit. Orang itu berdoa:

قَوَّى اللهُ ضَعْفَكَ

“Semoga Allah menguatkan kelemahanmu.”

Mendengar doa ini Imam Syafi’i berkata:

لَوْ قَوَّاهُ لَقَتَلَنِي

“Kalau Allah menguatkan kelemahanku tentu ia (kelemahan itu) akan membunuhku.”

Orang itu berkata, “Sungguh bukan itu yang aku maksudkan. Aku hanya bermaksud mendoakanmu.”

Imam Syafii berkata, “Aku tahu maksudmu baik. Bahkan kalau pun engkau mencelaku aku tahu maksudmu adalah baik.”

*** 

Diantara video yang sampai hari ini tak bisa saya lupakan adalah ketika Syekh Maimun Zubair rahimahullah hadir di sebuah pengajian sebagai mustami’. Lalu sang penceramah berkata, “Siapa yang mau masuk surga?” 


Dengan penuh keluguan Syekh Maimun mengangkat tangannya sambil berkata: “Saya… saya…”.


اللهم طهر قلوبنا واجعلها بريئة براءة الطفولة


[Yendri Junaidi]